Syarah Arba’in (37)
5 min readHADITS KETIGA PULUH TUJUH
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ: إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً وَاحِدَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَ اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. رواه البخاري ومسلم في صحيحيهما بهذه الحروف.
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu’anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, meriwayatkan dari Rabbnya Tabarak wa Ta’ala: “Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan dan kesalahan kemudian menerangkannya, barangsiapa yang ingin melakukan amalan baik dan ia tidak melakukannya Allah menulis untuknya sebagai satu kebaikan, dan jika ia berniat kemudian mengamalkannya Allah akan menuliskan untuknya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat dan sampai kelipatan yang banyak. Jika berniat kejelekan dan tidak melakukannya Allah tuliskan baginya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika berniat jelek dan ia melakukannya Allah tuliskan sebagai satu kejelekan untuknya” (HR. Bukhari Muslim dalam shahih keduanya dengan lafadz seperti ini).
Lihatlah wahai saudaraku – mudah-mudahan Allah memberi taufiq kepada kita – besarnya kelembutan Allah Ta’ala dan perhatikanlah kata-kata dalam hadits ini, Firman Allah: “disisinya” isyarat akan perhatian-Nya kepada masalah tersebut. Firman-Nya: “sempurna” sebagai ta’kid (penekanan) dan perhatian Allah dalam masalah tersebut. Allah tentang orang yang niat berbuat jelek tapi tidak mengamalkannya: “Allah tuliskan baginya sebagai satu kebaikan yang sempurna” Allah memberikan penekanan dengan kata “ كاملة / sempurna”, jika mengamalkannya ditulis sebagai satu kesalahan, Allah menekankan akan sedikitnya dengan kata: (واحدة) satu”. Tidak dita’kid dengan kata “ كاملة / sempurna”. Milik Allah lah pujian dan anugerah, kita tidak bisa menghitung pujian atas-Nya, wabillahit taufiq.
Syarah:
Para pensyarah hadits ini menyatakan: “Ini adalah hadits yang agung. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan dalam hadits ini besarnya karunia Allah kepada hambanya, dengan menjadikan niat hamba berbuat baik jika tidak diamalkannya dianggap sebagai satu kebaikan, menjadikan niatnya berbuat jelek jika tidak dilakukan dianggap sebagai satu kebaikan pula. Ini adalah keutamaan yang besar karena Allah melipat gandakan kebaikan dan tidak melipat gandakan kejelekan. Sebabnya menjadikan niat berbuat baik sebagai kebaikan karena keinginan berbuat baik adalah amalan hati, hati sudah terikat untuk berbuat itu.
Jika ada yang mengatakan: “Kalau demikian maka mengharuskan ditulisnya kejelekan orang yang berbuat jelek walaupun tidak melakukannya, karena keinginan berbuat sesuatu adalah termasuk amalan hati.
Kita jawab: “Tidaklah seperti yang kau katakan, karena barangsiapa yang menahan diri dari perbuatan jelek berarti telah mengganti keinginan berbuat jelek dengan keinginan berbuat baik. Dia melawan hawa nafsunya yang ingin berbuat jelek, sehingga dia diberi pahala atas perbuatan ini.
Dalam hadits lain:
إِنَّمَا تَرَكَهَا مِنْ جَرَائِيْ
“Sesungguhnya ia meninggalkannya karena takut kepada-Ku” yakni karena Aku, ini seperti perkataan Rasulullah:
“Atas setiap muslim shadaqah” Mereka bertanya: “Jika tidak dilakukan? Beliau berkata: “Hendaknya menahan diri dari berbuat jelek, karena itu juga shadaqah” diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabul adab. Adapun jika meninggalkan perbuatan jelek tersebut karena terpaksa atau karena tidak mampu melakukannya tidaklah ditulis sebagai satu kebaikan, dan tidak masuk dalam makna hadits ini.
Imam Thabari berkata: “Hadits ini membenarkan perkataan orang yang mengatakan: “Bahwa malaikat pencatat mencatat apa yang diniatkan hamba yang baik atau yang jelek, mengetahui keinginannya untuk berbuat demikian, serta membantah perkataan orang yang berkata: “Malaikat hanya mencatat yang tampak dari amalan hamba atas pendengaran. Maknanya: dua malaikat yang diutus oleh Allah tersebut mengetahui apa yang diinginkan seorang hamba. Bisa jadi Allah menjadikan bagi mereka jalan untuk mengetahuinya sebagaimana Allah menjadikan banyak nabinya mengetahui perkara ghaib.
Allah berfirman tentang nabi Isa alaihissalam, beliau berkata kepada Bani Israil:
وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُوْنَ وَمَا تَدَّخِرُوْنَ فِيْ بُيُوْتِكُمْ
“Aku kabarkan kepada kalian apa yang kalian makan dan apa yang kalian simpan…” (Ali Imran: 49).
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wasallam telah banyak mengabarkan perkara ghaib, sehingga bisa jadi Allah menjadikan jalan bagi dua malaikat tersebut untuk mengetahui apa yang ada dalam hati hamba dari kebaikan atau kejelekan kemudian menulisnya ketika hamba sudah ber’azam untuk melakukannya.
Ada yang menyatakan: hal ini karena ada angin yang datang dari hati.
Salaf berselisih mengenai dzikir mana yang lebih afdhal: dzikir hati atau dzikir dengan dikeluarkan suaranya? Dan ini seluruhnya pendapat Ibnu Khalaf yang ma’ruf dengan Ibnu Batthal.
Pengarang Al Ifshah berkata: “Sesungguhnya Allah ketika membinasakan umat ini dan diiringi oleh kurangnya amal dengan melipat gandakan amalan mereka. Maka barangsiapa yang berniat berbuat baik Allah menganggapnya sebagai kebaikan sempurna, karena keinginannya satu, menjadikannya sempurna agar jangan ada orang yang menyangka bahwa keberadaannya hanya semata niat itu akan mengurangi atau menghancurkannya. Maka Allah terangkan dengan perkataan-Nya: “Kebaikan yang sempurna”, jika berniat beramal baik dan mengamalkannya mengeluarkannya dari niat menjadi catatan amal, dicatat untuknya sebagai kabaikan kemudian dilipat gandakan. Yakni hal tersebut sesuai dengan kadar keikhlasan niat yang melakukannya sesuai tempatnya. Kemudian berfirman: “sampai kelipatan yang banyak” dengan lafadz nakirah, yang lebih mencakup dari ma’rifah. Ini menghendaki menghitung yang banyak dengan kadar hitungan banyak yang terbesar, janji Allah ini, dikatakan: jika seorang manusia bershadaqah dengan satu butir gandum maka dihitung dalam karunia Allah. Seperti engkau menaburkannya di tanah yang halus, kemudian ia menjaga dan memeliharanya dan melakukan sesuatu yang diperlukan untuk kebaikan tanamannya. Ketika hari panen nampaklah hasilnya, kemudian ditentukan dari hasil tersebut untuk ditaburkan kembali di tanah, dan menjaganya seperti tadi. Demikianlah di tahun yang kedua, kemudian ketiga, keempat dan setelahnya terus berlangsung sampai hari kiamat, datanglah sebutir gandum seperti gunung yang kokoh. Jika seseorang bershadaqah satu butir atom dengan keimanan, maka dilihat untungnya jika dibelikan sesuatu kemudian dinilai dengan harga jika ia menjualnya di pasar yang paling banyak mendapatkan untung. Kemudian dilipat gandakan, dan terus berulang sampai hari kiamat, satu biji atom itu akan datang sebesar dunia seluruhnya.
Termasuk hal itu juga: Sesungguhnya karunia Allah itu berlipat ganda dengan adanya perpindahan seperti seorang yang bershadaqah kepada orang faqir satu dirham, kemudian orang faqir tersebut memberikan kepada orang yang lebih faqir darinya, kemudian orang tersebut memberikan kepada orang faqir yang ketiga, ketiga diberikan ke yang keempat, keempat diberikan kepada orang yang seterusnya. Maka Allah mencatat bagi orang yang shadaqah sepuluh kebaikan. Jika diberikan kepada orang faqir yang kedua maka untuk orang faqir yang pertama sepuluh kebaikan dan bagi yang bershadaqah seratus kebaikan. Jika orang faqir yang kedua menshadaqahkannya lagi, maka orang faqir pertama mendapat seratus kebaikan dan bagi yang bershadaqah mendapat seribu kebaikan, jika dishadaqahkan lagi, orang faqir pertama mendapat seribu dan yang bershadaqah sepuluh ribu, kemudian dilipat gandakan dalam hitungan yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala..
Diantara karunia-Nya juga: “Allah jika menghisab hamba-Nya yang muslim di hari kiamat, dan dia mempunyai kebaikan yang berbeda ada yang tinggi dan ada yang dibawah itu. Maka Allah dengan kedermaan-Nya dan karunia-Nya menganggap seluruh amalan tersebut sebagai kebaikan yang bernilai tinggi, karena kedermaa-Nya Allah hingga Allah yang Maha Agung tidak akan menanyai hamba yang diridhainya tentang perbedaan tingkat kebaikan. Allah berfirman:
“Kami akan balas pahala mereka dengan nilai amalan yang paling baik yang mereka lakukan” sebagaimana jika seorang hamba mengucapkan do’a: (لاإله إلاالله وحده لاشريك له) ketika berada di salah satu pasar muslimin dengan mengeraskan suara, Allah akan mencatat untuknya dua juta seribu amalan, dan menghapus darinya dua juta seribu kesalahan, dan membangunkan untuknya satu rumah di sorga sebagaimana terdapat dalam hadits.
Yang kita sebutkan disini adalah menurut kadar pengetahuan kita bukan kadar karunia Allah, karena karunia Allah itu besar tidak bisa dihitng oleh makhluk-Nya.
(Diterjemah oleh Abdurahman Mubarak Ata)